Halaman

Minggu, 26 Oktober 2014

Arsip Cerita Humor Baginda Menjadi Budak

Arsip Cerita Humor Baginda
Menjadi Budak
Kadangkala untuk menunjukkan sesuatu kepada
sang Raja, Abu Nawas tidak bisa hanya sekedar
melaporkannya secara lisan. Raja harus
mengetahuinya dengan mata kepala sendiri,
bahwa masih banyak di antara rakyatnya yang
hidup sengsara. Ada saja praktek jual beli
budak.
Dengan tekad yang amat bulat Abu Nawas
merencanakan menjual Baginda Raja. Karena
menurut Abu Nawas hanya Baginda Raja yang
paling patut untuk dijual. Bukankah selama ini
Baginda Raja selalu mempermainkan dirinya dan
menyengsarakan pikirannya? Maka sudah
sepantasnyalah kalau sekarang giliran Abu
Nawas mengerjai Baginda Raja.
Abu Nawas menghadap dan berkata kepada
Baginda Raja Harun Al Rasyid. "Ada sesuatu
yang amat menarik yang akan hamba sampaikan
hanya kepada Paduka yang mulia."
"Apa itu wahai Abu Nawas?" tanya Baginda
langsung tertarik.
"Sesuatu yang hamba yakin belum pemah
terlintas di dalam benak Paduka yang mulia."
kata Abu Nawas meyakinkan.
"Kalau begitu cepatlah ajak aku ke sana untuk
menyaksikannya." kata Baginda Raja tanpa rasa
curiga sedikit pun.
"Tetapi Baginda..." kata Abu Nawas sengaja
tidak melanjutkan kalimatnya.
"Tetapi apa?" tanya Baginda tidak sabar.
"Bila Baginda tidak menyamar sebagai rakyat
biasa maka pasti nanti orang-orang akan banyak
yang ikut menyaksikan benda ajaib itu." kata
Abu Nawas.
Karena begitu besar keingintahuan Baginda
Raja, maka beliau bersedia menyamar sebagai
rakyat biasa seperti yang diusulkan Abu Nawas.
Kemudian Abu Nawas dan Baginda Raja Harun Al
Rasyid berangkat menuju ke sebuah hutan.
Setibanya di hutan Abu Nawas mengajak Baginda
Raja mendekati sebuah pohon yang rindang dan
memohon Baginda Raja menunggu di situ.
Sementara itu Abu Nawas menemui seorang
Badui yang pekerjaannya menjual budak.
Abu Nawas mengajak pedagang budak itu untuk
melihat calon budak yang akan dijual kepadanya
dari jarak yang agak jauh. Abu Nawas beralasan
bahwa sebenarnya calon budak itu adalah teman
dekatnya. Dari itu Abu Nawas tidak tega
menjualnya di depan mata. Setelah pedagang
budak itu memperhatikan dari kejauhan ia
merasa cocok. Abu Nawas pun membuatkan surat
kuasa yang menyatakan bahwa pedagang budak
sekarang mempunyai hak penuh atas diri orang
yang sedang duduk di bawah pohon rindang itu.
Abu Nawas pergi begitu menerima beberapa
keping uang emas dari pedagang budak itu.
Baginda Raja masih menunggu Abu Nawas di situ
ketika pedagang budak menghampirinya. Ia
belum tahu mengapa Abu Nawas belum juga
menampakkan batang hidungnya. Baginda juga
merasa heran mengapa ada orang lain di situ.
"Siapa engkau?" tanya Baginda Raja kepada
pedagang budak.
"Aku adalah tuanmu sekarang." kata pedagang
budak itu agak kasar. Tentu saja pedagang
budak itu tidak mengenali Baginda Raja Harun Al
Rasyid dalam pakaian yang amat sederhana.
"Apa maksud perkataanmu tadi?" tanya Baginda
Raja dengan wajah merah padam.
"Abu Nawas telah menjual engkau kepadaku dan
inilah surat kuasa yang baru dibuatnya." kata
pedagang budak dengan kasar.
"Abu Nawas menjual diriku kepadamu?" kata
Baginda makin murka.
"Ya!" bentak pedagang budak.
"Tahukah engkau siapa aku ini sebenarnya?"
tanya Baginda geram.
"Tidak dan itu tidak perlu." kata pedagang budak
seenaknya. Lalu ia menyeret budak barunya ke
belakang rumah. Sultan Harun Al Rasyid diberi
parang dan diperintahkan untuk membelah kayu.
Begitu banyak tumpukan kayu di belakang rumah
badui itu sehingga memandangnya saja Sultan
Harun Al Rasyid sudah merasa ngeri, apalagi
harus mengerjakannya.
"Ayo kerjakan!"
Sultan Harun Al Rasyid mencoba memegang kayu
dan mencoba membelahnya, namun si Badui
melihat cara Sultan Harun Al Rasyid memegang
parang merasa aneh.
"Kau ini bagaimana, bagian parang yang tumpul
kau arahkan ke kayu, sungguh bodoh sekali!"
Sultan Harun Al Rasyid mencoba membalik parang
hingga bagian yang tajam terarah ke kayu. Ia
mencoba membelah namun tetap saja
pekerjaannya terasa aneh dan kaku bagi si
Badui.
"Oh, beginikah derita orang-orang miskin
mencari sesuap nasi, harus bekerja keras lebih
dahulu. Wah lama-lama aku tak tahan juga."
gumam Sultan Harun Al Rasyid. Si Badui menatap
Sultan Harun Al Rasyid dengan pandangan heran
dan lama-lama menjadi marah. Ia merasa rugi
barusan membeli budak yang bodoh.
"Hai Badui! Cukup semua ini aku tak tahan."
"Kurang ajar kau budakku harus patuh
kepadaku!" kata Badui itu sembil memukul
baginda. Tentu saja raja yang tak pernah
disentuh orang itu menjerit keras saat dipukul
kayu.
"Hai Badui! Aku adalah rajamu, Sultan Harun Al
Rasyid." kata Baginda sambil menunjukkan tanda
kerajaannya.
Pedagang budak itu kaget dan mulai mengenal
Baginda Raja. Ia pun langsung menjatuhkan diri
sembil menyembah Baginda Raja. Baginda Raja
mengampuni pedagang budak itu karena ia
memang tidak tahu. Tetapi kepada Abu Nawas
Baginda Raja amat murka dan gemas. Ingin
rasanya beliau meremas-remas tubuh Abu Nawas
seperti telur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar